Jalur Pengiriman Ternak Sapi Yang Bisa Dilayani Kapal Ternak Camara Nusantara 1 - 6
Berikut ini daftar rute yang dilalui kapal ternak Camara Nusantara kegiatan Tol Laut:
Sebanyak enam kapal ternak tersebut merupakan cuilan dari kegiatan penyelenggaraan tol bahari yang dioperatori oleh PT PELNI, PT ASDP Indonesia Ferry dan perusahaan swasta.Adapun konektivitas trayek angkutan ternak tahun ini ada 6 rute, yakni
- KM. Camara Nusantara 1 oleh PT Pelni (Kupang - Waingapu - Tanjung Priok - Cirebon - Kupang),
- KM Camara Nusantara 3 oleh PT Pelni (Kupang - Waingapu - Tanjung Priok - Cirebon - Surabaya-Dumai- Cirebon-Kupang).
- KM. Camara Nusantara 2 oleh PT ASDP (Kupang - Wini- Atapupu- Tanjung Priok - Kupang),
- KM. Camara Nusantara 6 oleh PT Subsea (Bima - Badas - Parepare - Palu - Balikpapan/Samarinda - Bima),
- KM. Camara Nusantara 5 oleh PT ASDP (Celukan Bawang - Tanjung Priok - Kupang - Wini - Atapupu - Samarinda - Celukan Bawang).
Pasokan sapi hidup yang berasal dari NTT dengan memakai kapal ternak sanggup memperpendek rantai pasok distribusi sapi hidup, namun belum efektif sanggup menekan harga di tingkat konsumen akhir. Kebutuhan pemotongan ternak di DKI Jakarta tiap hari mencapai sekitar 650 ekor, yang terdiri dari sapi ex impor Brahman Cross 95% dan sapi lokal 5%. Jika dikorelasikan dengan distribusi ternak melalui kapal ternak (1 unit kapal) dengan muatan 500 ekor per 2 ahad sekali maka kapal ternak gres berkontribusi 35 ekor per hari.Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Kementan, Fini Murfiani menyampaikan sebelum ada kapal khusus ternak, banyak terjadi kasus penyusutan bobot sapi selama perjalanan laut.
"Saat ini dari 78 pelayaran yang ada, loadfactornya sudah 80%. Nah itu sebabnya kenapa ternak terutama sapi harus diangkut dengan pelayaran khusus biar tidak stres," ungkapnya ketika Seminar Nasional Tol Laut, Senin (4/2/2019).
Dia mengungkapkan, sebelumnya ketika pengiriman sapi dari NTT ke Jakarta terjadi penyusutan bobot sapi bahkan hingga 15%-20%. Namun sesudah ada kapal khusus ternak, penyusutan maksimal hanya 9%.
Berdasarkan penelitian yang disampaikan oleh Peternakan Australia ketika seminar di IPB bogor disebutkan bahwa ternak yang dibawa oleh kapal Kargo mengalami penyusutan bobot mencapai 20-30% dan tingkat maut mencapai 10%, tapi dengan kapal khusus ternak yang disediakan oleh Kemenhub maka tingkat penurunan bobot kurang dari 5% dan tingkat kematiannya sebesar 1%."Keberadaan kapal ternak ini juga cuilan dari upaya animal welfare. Di kapal khusus itu, sapi-sapi bisa duduk, nyaman, tenang, dan kondisi itu sangat mempengaruhi kualitas daging dan ototnya nanti tidak menjadi keras," jelasnya.
Dengan begitu, lanjut Fini, peternak sebagai produsen sapi bisa mencicipi harga jual sapi yang layak, dan konsumen di Jakarta pun bisa mencicipi daging sapi yang berkualitas dan harga yang juga tidak terlalu tinggi. Menurut Fini, keberadaan kapal ternak yakni KM. Camara Nusantara 1-6 juga dinilai sangat bermanfaat lantaran pemerintah bisa mengetahui angka suplai sapi ternak dalam negeri. "Kalau kita tahu data suplai dalam negeri, nanti kita juga akan tahu, berapa sih impor sapi yang dibutuhkan," imbuhnya.
Fini Murfiani selaku Direktur Pengolahan dan Pemasaran hasil Peternakan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian menyampaikan, keberadaan kapal ternak bertujuan untuk mendukung kegiatan pemenuhan pangan asal ternak, dan menjamin kelangsungan pendistribusian ternak melalui angkutan bahari dengan kaidah animal welfare dari Provinsi NTT hingga ke DKI Jakarta dan sekitarnya.
“Dengan adanya kapal ternak ternak ini kita harapkan distribusi daging sapi melalui angkutan bahari lancar dan cepat”, kata Fini Murfiani pada kegiatan diskusi terbatas yang diselenggarakan oleh Harian Bisnis Indonesia di Ballroom Emerald Red Top Pecenongan Jakarta hari Senin tanggal 16 Oktober 2017.
Keberadaan kapal ternak berdasarkan Fini Murfiani merupakan tindaklanjut dari rekomendasi Badan Litbang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK, 2012) yang menyataka bahwa distribusi dan tataniaga sapi belum berjalan dengan baik dari kawasan pusat produksi ke kawasan konsumen. Panjangnya rantai tata niaga ternak tersebut berdampak terhadap farm share (keuntungan) yang diterima peternak kecil. Biaya distribusi ternak dari kawasan produsen ke kawasan konsumen sangat tinggi terutama perdagangan antar pulau. Selain itu juga belum terintegrasinya antara kegiatan produksi dengan kegiatan pasca panen dan pemasaran ibarat pasar ternak, Rumah Potong Hewan (RPH), pasar ritel dan industri pengolahan dengan peternak/gapoktan/koperasi peternak dalam suatu sistem supply chain management yang baik.
Fini Murfiani menjelaskan, distribusi sapi potong dari kawasan sumber ternak ke wilayah Jabodetabek umumnya memakai kapal kargo dan dilanjutkan dengan angkutan truk yang membutuhkan waktu cukup lama. Menurutnya, kondisi pengangkutan binatang ternak dengan memakai kapal kargo penangannya belum maksimal, sehingga binatang ternak yang diangkut mengalami penyusutan bobot cukup besar umumnya mencapai 15% s.s. 22%. Untuk meningkatkan bobot sapi diharapkan recovery/pemulihan, sehingga menambah biaya pengeluaran yang harus ditanggung pedagang dan jadinya sebagai kompensasinya harga ikut dibebankan kepada konsumen.
Untuk itu, penataan tata niaga ternak menjadi perhatian utama pemerintah melalui Kementerian Pertanian untuk membuat iklim perjuangan yang sehat, sehingga sanggup mewujudkan peternakan yang berdaya saing dan bisa menyediakan materi pangan asal ternak dari dalam negeri sendiri.
Lebih lanjut Fini Murfiani mengatakan, kapal ternak mempunyai prospek elok dan imbas positif sebagai salah satu komponen untuk mendukung pencapaian swasembada daging sapi karena: (1). adanya kepastian kemudahan transportasi bahari yang reguler jadwalnya; (2). memenuhi aspek kesejahteraan binatang (animal welfare) lantaran kapal didesain dengan memenuhi standar Internasional; (3). mengurangi penyusutan bobot sapi selama perjalanan; (4) menambah nilai nominal yang hingga ketangan peternak, sehingga lebih menggairahkan bisnis sapi. Selain itu juga diperkuat dengan kegiatan Upsus Siwab sanggup meningkatkan populasi dan supply sapi lokal; (5) mulai terpantau dan terdokumentasinya pergerakan sapi dengan lebih baik; (6) membantu pendataan sapi (dengan memperlihatkan prioritas pemanfaatan kapal ternak bagi pengguna kapal yang memperlihatkan laporan rutin pemutahiran data).
“Kedepan dengan bertambahnya jumlah kapal ternak, sanggup tersusun sistem pemantauan pergerakan sapi yang sanggup membantu mengendalikan harga dan persediaan menuju ke sistem yang lebih efisien pada rantai niaga sapi”, ucap Fini Murfiani.
Menurut Fini Murfiani, setiap pelayaran CN1 bisa mengangkut ternak sebanyak 500 ekor dan di tahun 2017 pada pelayaran ke-15 tanggal 2 Oktober 2017 telah mengangkut ternak sebanyak 7.500 ekor. “Animo pemanfaatan kapal cukup tinggi, sehingga jumlah 1 unit kapal yang sudah ada dirasakan kurang, hal ini terlihat dari 66.300 ekor sasaran kuota pengeluaran ternak sapi dari NTT tahun 2017, Kapal ternak CN 1 hanya sanggup mengangkut 12.000 ekor atau 18%”, kata Fini Murfiani.
Lebih lanjut dijelaskannya, pasokan sapi hidup yang berasal dari NTT dengan memakai kapal ternak sanggup memperpendek rantai pasok distribusi sapi hidup, namun belum efektif sanggup menekan harga di tingkat konsumen akhir. Kebutuhan pemotongan ternak di DKI Jakarta tiap hari mencapai sekitar 650 ekor, yang terdiri dari sapi ex impor Brahman Cross 95% dan sapi lokal 5%. Jika dikorelasikan dengan distribusi ternak melalui kapal ternak (1 unit kapal) dengan muatan 500 ekor per 2 ahad sekali maka kapal ternak gres berkontribusi 35 ekor per hari.
Fini berpendapat, dalam rantai tata niaga, kegiatan produksi dan pemasaran merupakan mata rantai yang tidak bisa dipisahkan sehingga perbaikan tata niaga ternak sapi dimulai dari perbaikan sektor hulu hingga sektor hilir. “Perbaikan tata niaga sapi dan daging sapi diharapkan sanggup meningkatkan pendapatan para peternak dan menggerakan roda perekonomian pada sektor lainnya, sehingga dengan sendirinya mendorong para peternak untuk meningkatkan perjuangan peternakannya yang pada gilirannya akan meningkatkan populasi sapi dan produksi daging dalam negeri” ungkapnya.
Untuk itu, Fini menyampaikan, pemanfaatan kapal ternak akan menjadi lebih efektif dalam pemenuhan kebutuhan daging sapi di pasaran dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu: pertama, kontinuitas pengangkutan sapi hidup, frekuensi keberangkatan kapal yang lebih banyak, serta penambahan kawasan sumber pasokan sapi yang potensial selain dari NTT ibarat dari NTB, Sulawesi Selatan, Bali, Lampung dan Jawa Timur.
Kedua, diupayakan integrasi transportasi angkutan khusus ternak, tidak hanya moda angkutan bahari saja namun juga diharapkan moda angkutan darat untuk lintas Jawa, ibarat Kereta Api dan angkutan dari lokasi ternak ke pasar-pasar ternak. Mengingat transportasi ternak membutuhkan spesifikasi khusus yang berbeda dengan barang lainnya.
Ketiga, penguatan kelembagaan peternak yang berbadan hukum, juga merupakan hal yang perlu disinergikan dengan kondisi iklim perjuangan ketika ini, sehingga peternak mempunyai posisi tawar yang lebih baik di dalam pemasaran hasil peternakan
Keempat, dengan merevitalisasi RPH-RPH di kawasan sumber ternak ibarat NTT, NTB, Bali dan Lampung dengan kemudahan rantai dingin. Adanya cold storage di RPH, maka daging sanggup didistribusikan ke Jabodetabek dalam bentuk chilled dan frozen. Pengangkutan daging frozen dan chilled sanggup memanfaatkan kapal tol bahari bersubsidi yang disediakan oleh Kementerian Perhubungan yang sudah mempunyai kontainer berpendingin.
Kelima, perbaikan sistem pemotongan di RPH juga dilakukan dengan melaksanakan grading daging berdasarkan jenis potongan-potongan yang terstandar SNI. Seekor sapi akan mempunyai nilai tambah yang tinggi jikalau semua komponen pada seekor sapi tersebut dimanfaatkan dengan baik.
Keenam, mengoptimalkan pengawasan dan pemantauan dinamika ketersediaan dan pasokan melalui Integrasi Database dan jaringan nformasi peternakan dan kesehatan binatang yang sanggup diandalkan. Sistem ini melibatkan interaksi pengguna kapal dari mulai pengajuan rekomendasi pengeluaran ternak di Provinsi, penetapan pelaku perjuangan pengirim ternak hingga laporan penerimaan ternak dan perkembangan distribusi ternak di wilayah konsumen oleh perusahaan peserta ternak, Dengan demikian diharapkan dinamika ketersediaan dan potensi pasokan kebutuhan daging di masyarakat sanggup diketahui dengan akurat.
“Kami juga akan mendorong terlaksananya kerjasama dengan instansi terkait untuk operasional pemanfaatan kapal ternak berupa MoU sebagai kunci dari efektifitas pemanfaatan kapal ternak di dalam mendukung swasembada daging sapi”, tutupnya.
Sumber bisnis.com dan sumber lainnya
0 Response to "Trayek Kapal Ternak Camara 1 - 6 Dan Operatornya"